Selasa, 17 November 2009

PU 2 Nopember 2009

PANDANGAN UMUM
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAEARAH
PROVINSI JAWA TENGAH
Terhadap
PENGANTAR NOTA KEUANGAN
RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN ANGGARAN 2010


Disampaikan Oleh : H Abdul Aziz S.Ag, M.Si.
Dalam : Rapat Paripurna DPRD Propinsi Jawa Tengah
Hari / Tanggal : Senin, 2 Nopember 2009

Bismilahirrahmanirahiim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi wa Barakatuh

Yang Terhormat, Saudara Gubernur Provinsi Jawa Tengah;
Yang kami hormati, Ketua dan para Wakil Ketua serta rekan-rekan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah;
Yang kami hormati, segenap jajaran eksekutif, tamu undangan, mahasiswa dan rekan-rekan wartawan dan hadirin yang berbahagia.

Pada kesempatan yang berbahagia ini marilah kita panjatkan puji syukur kita ke hadirat Allah SWT atas limpahan taufik dan hidayah-Nya, sehingga kita masih diperkenankan untuk menjalankan tugas membangun masyarakat Jawa Tengah. Shalawat dan salam marilah kita sampaikan kepada nabi agung Muhammad SAW, yang telah memberikan keteladanan dalam memimpin masyarakat.

Hadirin yang terhormat
Sebelum kami menyampaikan persoalan-persoalan yang menyangkut Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2009, izinkanlah kami menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :
Pertama, tahun 2010 adalah tahun pertama dimana pemerintah Propinsi Jawa Tengah akan memasuki tahap percepatan/akselerasi pembangunan dengan prioritas-prioritas sasaran untuk mencapai Jawa Tengah yang lebih sejahtera. Oleh karena itu, tahun ini adalah tahun strategis dari program ’bali ndeso mbangun deso’ (BNMD), yang patut kita apresiasi secara tinggi, karena menjadi harapan masyarakat Jawa Tengah secara luas. Artinya, Nota keuangan dalam APBD Propinsi Jawa Tengah di tahun ini, harus kita kaji dan analisa secara khusus dan memerlukan komitmen khusus, khususnya pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan kalangan DPRD Jawa Tengah.
Kedua, terkait dengan kejadian bencana alam yang akhir-akhir ini cenderung meningkat, kami menghimbau kepada pemerintah agar senantiasa dalam posisi ’siaga’, terutama menjelang musim penghujan di bulan nopember ini. Langkah-langkah antisipatif menghadapi kemungkinan banjir, tanah longsor dan kemungkinan bencana lainnya, perlu dilakukan. Langkah antisipatif itu meliputi ; ketersediaan anggaran, kesiagaan tim penanggulangan bencana, sosialisasi daerah-daerah rawan bencana, koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota, dll. Tapi bagaimanapun kita berharap, pada musim penghujan ini, bencana tidak akan menimpa. Musim hujan yang ditunggu ini, justru musim penghujan pembawa berkah bagi kesuburan tanah, dan terjaganya keseimbangan ekosistem lingkungan.
Selain langkah antisipatif, komitmen penanganan pasca bencana juga harus dianggap penting. Terkait ini, kami ingin menanyakan ; kelanjutan penanganan korban bencana alam tahun 2009, terutama berkaitan dengan rahabilitasi + 900 kepala keluarga/KK korban bencana gempa di cilacap, sebab sampai sekarang, posisinya masih berada di tempat-tempat penampungan dan menumpang di rumah saudara-saudaranya. Sementara data yang kami miliki, rumah yang roboh 258, rusak berat 970, rusak ringan 2145 rumah.
Ketiga, berkenaan dengan pemberangkatan jamaah haji, kami mengucapkan “Selamat menunaikan ibadah haji, semoga mendapatkan haji mabrur”. Kepada para petugas, kami pesankan, agar melaksanakan tugas sebaik mungkin sehingga jamaah haji bisa dengan khidmat dan khusyuk melaksanakan ibadah di Tanah Suci. Hanya saja kami terus berpikir, sudah semakin banyak saudara-saudara kita yang sudah berstatus haji, tapi kenapa kita masih saja dihadapkan pada krisis moral yang semakin lama justru semakin mengkhawatirkan. Wallahu’alam bisshowab.
Keempat, 28 Oktober lalu baru saja kita peringati Hari Sumpah Pemuda, dan 10 Nopember mendatang akan kita peringati lagi peristiwa besar Hari Pahlawan. Keduanya tentu tidak akan pernah hilang dari lembaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya. Tapi kami justru berpikir, kenapa nilai-nilai “Sumpah Pemuda” dan “Hari Pahlawan” jauh dari harapan dan pengamalan kita sehari-hari, baik sebagai pemnimpin maupun sebagai tokoh masyarakat. Untuk menjawab persoalan itu, mari kita bangkit dan amalkan nilai-nilai sejarah tersebut secara nyata, tidak hanya dalam pidato-pidato dan upacara-upacara.

Hadirin yang kami hormati
Setelah mempelajari dan mencermati Nota Keuangan tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010, sebagaimana yang telah disampaikan oleh saudara Gubernur pada Rapat Paripurna 21 oktober 2008 yang lalu, maka Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyampaikan pandangannya, sebagai berikut :
Sebagaimana kami singgung di depan, tahun 2010 adalah tahun akselerasi program-program pembangunan, yang merupakan resultante dari tahun-tahun sebelumnya. Jika tahun 2008/2009 telah digunakan untuk membangun pondasi konseptual, penataan konsep dasar dan pijakan program kegiatan yang bersifat penjajagan, maka pada tahun percepatan ini ’batu bata dan etalase’ bangunan telah semakin jelas dan kongkrit, demi tercapainya cita-cita rakyat Jawa Tengah yang semakin sejahtera.
Sebagai etalase yang memperjelas bentuk dan desain politik anggaran yang bertumpu pada ’domain’ kepentingan rakyat, maka nota APBD tahun 2010 kami pandang justru berjalan di tempat dan cenderung konservatif. Sebaliknya, yang justru masih eksis adalah dominasi kepentingan eksekutif dalam berbagai bentuk kegiatan dan program yang memang tidak dianggap salah oleh ketentuan perundangan yang berlaku.
Konservatisme politik anggaran pada fase akselerasi ini dapat kita lihat pada perbandingan anggaran dalam belanja langsung dan tidak langsung, pada tiga tahun berjalan dimana program ’bali ndeso mbangun deso’ dicanangkan, sebagai berikut dalam tabel :


KET/APBD 2008 % 2009 % 2010 %
Belanja tidak langsung Rp 3,411 trilyun 63,2 Rp. 3.179 trilyun 60.9 Rp.3.284 trilyun 61.1
Belanja langsung Rp 1,983 trilyun 36,8 Rp. 2.044 trilyun 39.1 Rp.2.093 trilyun 38.9


Masih besarnya porsi belanja tidak langsung khususnya untuk pos belanja pegawai yang terus menunjukkan grafik naik, yaitu 1.139. triliun atau 21.1% (sementara APBD 2008 Rp.854,89 miliar, dan APBD 2009 Rp.1.135 M), menunjukkan masih dipertahankannya struktur besar nan gemuk dalam birokrasi pemerintahan Propinsi Jawa Tengah. Ini artinya,. model organisasi pemprov membutuhkan anggaran yang besarannya jauh melebihi anggaran yang harus sampai kepada rakyat.
Belum lagi jika kita juga mencermati detail porsi yang muncul dalam anggaran belanja langsung, yang di dalamnya juga terdapat komponen belanja pegawai, belanja barang-jasa , dan belanja modal. lihat tabel :

Belanja langsung 2009 % 2010 %
Belanja pegawai 261.575.494.000 5.0 224.618.525.000 4,1
Belanja barang&jasa 1.245.875.505.000 23.8 1.427.633.006.000 26,5
Belanja modal 536.793.336.000 10.2 440.895.092.000 8,1


Bertambah naiknya porsi besar dalam pos belanja barang-jasa yakni 1.427 trilyun atau 26.5% (dibanding tahun 2009 yang cuma 23,8%) mempertegas kecenderungan pergerakaan mundur dari APBD jawa tengah di tahun akselerasi ini. Apalagi, kami akan semakin sulit ‘memahami’, jika melihat trend yang terjadi pada proporsi untuk belanja modal, yakni sebesar 440 M atau 8.1% (padahal tahun 2009 sebesar 536.7 M atau 10.2 %). Belum lagi jika di elaborasi, komponen-komponen yang pasti muncul dalam belanja langsung barang dan jasa, juga mencerminkan kuatnya konservatisme anggaran dalam ‘domain’ aparatur pemerintahan. Berkutatnya kegiatan-kegiatan yang berdimensi disiplin aparatur, kompetensi aparatur, sarana-prasarana aparatur, seolah menegaskan kesimpulan bahwa yang ‘punya’ masalah justru ‘aparatur’nya, dan bukan rakyat yang ternyata hanya berada di dalam ‘etalase luar’ dari anggaran APBD.
Dalam beberapa penjelasan oleh pemerintah propinsi Jawa Tengah, misalnya oleh saudara Gubernur saat menyampaikan pengantar nota keuangan RAPBD 2010, memang disampaikan, bahwa prioritas pembangunan yang langsung berdimensi riil ekonomi dan layanan public APBD 2010 adalah di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, dan kehutanan dengan alokasi anggaran 91.92 M, alokasi untuk bidang koperasi dan UKM 30,28 M. dan bidang pelayanan dasar masyarakat 203,20 M.
Dengan hitungan ini maka total anggaran yang disebut focus dan prioritas yang bertautan dengan sekitar 62 % penduduk jawa tengah ini adalah 325,4 M atau hanya 6,05 %. Menurut kami, bukankah semestinya proporsi untuk sector ini tidak berjarak jauh dengan sector pendidikan yang diamanatkan 20 % oleh UU ? Dengan proporsi yang terbatas, bagaimana mungkin pembangunan pasar-pasar induk Agromas seperti dirancang bertempat di komplek MAJT dapat dilakukan di tempat-tempat lain?. Atau jika kita balik, dalam tahap akselerasi ini, bukankah mestinya tiga, empat, lima pasar induk lagi sudah masuk dalam rencana pembangunan ? Dalam tahao akselerasi ini bukankah kapasitas dana investasi kita sudah dalam proporsi di atas Rp 260 miliar, atau 5%-nya, dan bukannya Rp 50 miliar, sehingga sumber-sumber pendapatan baru dari potensi-potensi perusda baru dapat kita wujudkan.
Pada kesempatan yang lain, Sekda tanggal 23 oktober juga menyampaikan release di SM, dengan mengatakan : bahwa program BNMD sudah didukung oleh proporsi anggaran yang cukup besar untuk mendukung tahap akselerasi di tahun 2010 ini. Proporsi itu berada di masing-masing dari enam misi yang ada dalam program BNMD. Keenam proporsi itu adalah, (1) Rp 365.5 M (20,95 persen) untuk program pemerintahan yang bersih dan professional, (2) Rp 254.1 M (14,56 persen) untuk pemberdayaan ekonomi berbasis kerakyatan dan UKM, (3) Rp 38.4 M (2,20 persen) untuk pemberdayaan sosial dan budaya berbasis kearifan local, (4) Rp 690.4 M (39,57 persen) untuk peningkatan kualitas SDM dan kompetensi aparatur, (5) Rp 376.1 M (21,56 persen) untuk penyiapan infrastruktur dan (6) Rp 20.1 M (1,16 persen) untuk menciptakan kondisi aman bagi masyarakat. Jika dijumlah, keseluruhan dari proporsi ini adalah 1.74 triliun atau 32.5% dari total APBD. Bila memang hitungan ini yang benar, apalagi yang layak untuk digarisbawahi dari enam proporsi tersebut sebenarnya hanyalah yang nomer 2, 4 dan 5, yaitu Rp. 1.320.6 triliun atau 24.6%, maka sesungguhnya APBD Jawa Tengah sedang dalam kondisi ‘out of track’.
Gagalnya agenda politik ‘reformasi birokrasi’, menurut pandangan kami, adalah salah satu penyebab konservatisme politik anggaran dalam APBD 2010. Padahal, reformasi birokrasi adalah ruh yang justru menjadi prioritas pertama dari program BNMD, yaitu terwujudnya pemerintahan yang bersih, professional dan responsive. Bagaimanapun bagusnya program BNMD, jika birokrasi tidak mau merubah dirinya, maka hasilnya tetap ’jalan-jalan’ di tempat. Belajar dari reformasi birokrasi di berbagai negara yang mengalami transformasi dari sistem otoriter ke demokrasi, birokrasi memang tidak bisa mengubah dirinya sendiri. Orientasi birokrasi masih cenderung diarahkan melayani diri sendiri dan atasannya. Padahal, yang mestinya di kedepankan adalah kepentingan masyarakat sebagai klien sesungguhnya. Oleh karena itu, diperlukan langkah nyata menempatkan masyarakat sebagai klien
Reformasi birokrasi memuat agenda antara lain, modernisasi struktur dan rasionalisasi, efisiensi, efektifity, dan akuntability. Tuntasnya agenda ini diyakini dapat menjadi jalan lapang yang menjamin kesejahteraan rakyat. Implementasi dari pilihan rasionalisasi dapat saja berarti mempertegas kebijakan ‘zero growt’ secara absolute dalam pengelolaan jumlah aparatur birokrasi, yang terukur sampai tahun 2013 (untuk ini kami mohon penjelasannya). Efisiensi sesungguhnya juga menyediakan pilihan-pilihan beragam dari para pengendali program di setiap SKPD. Dengan sedikit pilihan berani saja, efisiensi dapat membawa implikasi absolute dalam relokasi proporsi anggaran ke arah yang lebih kongkrit bersentuhan dengan rakyat. Sebagai contoh, anggaran pemeliharaan mobil setda provinsi sebesar 10.1 M, seandainya dalam tahap akselerasi ini dihapus karena semua mobil setda provinsi memakai system sewa, berapa total efisiensi yang akan terkumpul ? ayo.. silahkan yang ingin memulai ?
Birokrasi ideal bukanlah suatu output yang sifatnya serta-merta seperti membalikkan telapak tangan karena membutuhkan waktu dan proses pembelajaran. Yang penting, bagaimana agar proses pembelajaran tersebut dapat memperbarui perilaku birokrasi ke depan sehingga menjadi lebih kreatif dan benar-benar berorientasi pada kepuasan pelanggan (masyarakat). Dalam konteks demikian, survei kepuasan pelanggan pada gilirannya dapat dijadikan rujukan objektif mengukur kinerja birokrasi (sudahkah dilakukan dalam tahap akselerasi ini).
Sebuah tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah sistem pemerintahan yang memiliki standar pengaturan yang menjamin keterbukaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya oleh public secara luas. Standard sepeti ini akan menjamin munculnya akuntabilitas public, yang dapat dilihat dan diukur, oleh semua pihak. Oleh sebab itu, standard ini memerlukan berjalannya sistem perencanaan dan pengawasan politik yang efektif dari lembaga legislative, sehingga praktek praktek manipulasi, korupsi, dan penyimpangan cenderung dapat dikontrol.
Untuk memenuhi standard ini, menurut kami, sudah saatnya kita memanfaatkan TI, untuk men’display’ APBD JawaTengah dalam sebuah system informasi dan menejemen yang transparan, akuntabel. Dengan system informasi ini, kita dapat melakukan penyusunan dan perencanaan program sekaligus anggarannya dalam APBD secara lebih detil dan matang. Selain itu, system informasi yang berbasis TI tersebut juga dapat memudahkan penyajian produk-produk politik dalam bentuk perda kepada public. Dengan penyajian dan akses yang tak terbatasi ini, diharapkan dapat meminimalisir pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ada, dan memaksimalkan pendapatan asli daerah/PAD. Dengan demikian, good governance sesungguhnya berbanding lurus dengan potensi peningkatan PAD yang diharapkan dapat memperkuat penerimaan daerah dalam struktur APBD. Terkait dengan yang terakhir ini, ada beberapa pertanyaan sebagai berikut ;
1. Bahwa pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2010 direncanakan sebesar Rp 5.329.941.122.000,-
Rencana Pendapatan sebesar Rp 5,329 trilyun bila dibandingkan dengan APBD murni tahun 2009 memang mengalami kenaikan sebesar Rp 121,59 milyar atau naik 2,33%. Namun bila dibandingkan dengan anggaran 2009 setelah perubahan yang mencapai Rp 5,340 trilyun, maka Rencana Anggaran Pendapatan Tahun 2010 tidak mengalami kenaikan, tapi justru turun sejumlah Rp 11 Milyar. Oleh sebab itu Fraksi Partai Persatuan Pembangunan sangat menyayangkan kenapa Rencana Anggaran Pendapatan tahun 2010 tidak mengalami kenaikan dari Anggaran Pendapatan tahun 2009 setelah perubahan. Apakah memang sumber Pendapatan sudah sampai titik jenuh sehingga sulit untuk dapat dinaikkan lagi.
2. Demikian juga Pendapatan Asli Daerah untuk tahun 2010 bila dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah tahun 2009 setelah Perubahan juga tidak naik, tapi justru turun sebesar Rp 10 milyar. Turunnya PAD ini karena turunnya rencana Pendapatan Retribusi Daerah. Retribusi daerah tahun anggaran 2010 direncanakan sebesar Rp 79,513 milyar, padahal anggaran retribusi daerah tahun 2009 setelah Perubahan sebesar Rp 128,883 milyar. Ini berarti Retribusi Daerah tahun 2010 mengalami penurunan sebesar Rp 49,370 milyar. Oleh sebab itu FPPP mendesak kepada Pemerintah Provinsi untuk menggali sumber-sumber PAD baru selain Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diantaranya dengan mengoptimalkan kineja BUMD dan pemanfaatan asset-asset daerah yang mangkrak.
3. Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana kemungkinan akan diberlakukannya kebijakan Zero Over Loading (0%) untuk angkutan barang, FPPP mempertanyakan apakah pembelakuannya akan mulai bulan Januari 2010 atau menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah dari Undang-Undang tersebut. Bila pembelakuan Zero Over Loading menunggu keluarnya PP, maka seyogyanya rencana pendapatan dari Retribusi Kelebihan Muatan tetap dianggarkan sampai keluarnya PP.
Demikian juga dengan dialihkannya kewenangan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota, akan mengurangi potensi PAD yang ada. Fraksi PPP mempertanyakan, bagaimanakan nasib TPI yang merupakan asset Pemerintah Provinsi, apakah akan tetap digunakan, atau diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota atau disewakan/ dikerjasamakan?
4. Pendapatan Asli Daerah selama ini lebih banyak ditopang oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang lama kelamaan pasti akan mengalami kejenuhan untuk peningkatannya. Oleh sebab itu sudah saatnya lebih mengoptimalkan lagi pendapatan yang berasal dari BUMD/Perusda. Selama ini BUMD yang sudah memberikan kontribusi pada PAD yang cukup besar baru PT Bank Jateng dan BPR BKK.
Oleh sebab itu sudah saatnya BUMD yang lain seperti Perusda Citra Mandiri Jateng, PT SPJT/SPHC, PT PRPP dll. Untuk dipacu agar memberikan deviden untuk menambah PAD Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
FPPP mempertanyakan sampai sejauh mana upaya yang dilakukan agar semua BUMD memberikan kontribusi PAD yang optimal seimbang dengan investasi yang telah ditanam.

Hadirin Rahimakumullah,
Demikianlah Pandangan Umum Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terhadap Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010 ini kami sampaikan untuk mendapatkan perhatian dan jawaban dari saudara Gubernur.



Wassalamu’alaikum Warahmatullahi wa barakatuh

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI JAWA TENGAH


Ketua Sekretaris


(Masruhan Samsurie) (Drs. Alfasadun, MM., Akt.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar